Tantangan dan dampak negatif PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Batu) telah menjadi topik perdebatan yang intensif dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun PLTA memiliki keuntungan yang signifikan dalam memenuhi kebutuhan energi nasional, namun juga memiliki dampak negatif yang tidak dapat ditandingi.
Problematika Lingkungan
Salah satu dampak negatif PLTA adalah polusi lingkungan. Pembangkit listrik tenaga batu memerlukan bahan bakar yang banyak, sehingga menghasilkan emisi gas rumah kaca yang besar dan menyebabkan perubahan iklim global. Contohnya seperti pembangunan dam atau penanaman tanaman jarak, yang dapat membunuh habitat hutan dan spesies liar.
Contoh yang paling terkenal adalah Pembangkit Listrik Tenaga Batu (PLTB) di Angat, Sumatera Utara. Pada 1984, pembangunan PLTB tersebut menyebabkan kerugian ekstrem bagi penduduk setempat yang menggunakan air Sungai Angat sebagai sumber hidup.
Isu Sosial dan Ekonomi
- Penyelaman dan penggunaan air sungai oleh PLTA dapat mempengaruhi kehidupan penduduk setempat, seperti mengganggu peribahasa adat dan tradisi mereka.
- Biaya untuk pembangunan dan operasional PLTA juga dapat menjadi beban bagi masyarakat lokal yang tidak memiliki akses ke sumber daya tersebut.
Contoh yang paling terkenal adalah Pembangkit Listrik Tenaga Batu (PLTB) di Asmat, Papua. Pada 2007, pembangunan PLTB tersebut menyebabkan kerugian ekstrem bagi penduduk setempat yang menggunakan air sungai sebagai sumber hidup.
Alternatif Energi
Namun, tidak semua harapan harus terkait dengan pembangunan PLTA. Ada beberapa alternatif energi yang dapat digunakan untuk mengurangi ketergantungan pada sumber daya fosil dan menurunkan dampak lingkungan.
- Tanamkan tenaga surya atau panas untuk menghasilkan energi listrik.
- Gunakan batu bara yang telah diolah secara berkelanjutan untuk mengurangi polusi emisi.
Contoh alternatif energi adalah pembangunan Tenaga Surya di Bandung, Jawa Barat. Pada 2019, pemerintah setempat menetapkan rencana untuk menanamkan 10.000 unit solar panel untuk menghasilkan energi listrik.