PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara) telah menjadi salah satu sumber energi utama di Indonesia. Namun, di balik kemampuan PLTA untuk menyediakan listrik bagi masyarakat, ada beberapa tantangan dan dampak negatif yang perlu dicatat.
Tantangan PLTA
- Bangunan biaya tinggi: Pembangunan PLTA memerlukan investasi yang besar karena memerlukan teknologi canggih dan infrastruktur yang kompleks.
- Pertambahan emisi gas rumah kaca: Batu bara, sumber energi utama di PLTA, memiliki dampak negatif bagi lingkungan dan menyebabkan pertambahan emisi gas rumah kaca.
Contohnya, seperti kejadian kerusakan lantai listrik yang terjadi di PLTA Batang (Jawa) pada tahun 2019. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan PLTA tidak selalu berjalan lancar dan dapat memiliki dampak negatif bagi masyarakat sekitar.
Dampak Negatif PLTA
- Polusi lingkungan: Pembangkitan listrik tenaga batu bara dapat menyebabkan polusi udara dan air, yang dapat berdampak pada kesehatan masyarakat sekitar.
- Pertumbuhan gas rumah kaca: PLTA juga berkontribusi pada pertambahan emisi gas rumah kaca, yang merupakan salah satu penyebab utama perubahan iklim.
Contoh lain adalah efek polusi udara di daerah lingkungan PLTA. Masyarakat sekitar dapat merasakan dampak dari efek tersebut, seperti masalah kesehatan jangka pendek dan masalah lingkungan yang lebih berkepanjangan.
Solusi untuk Mengurangi Dampak Negatif
- Transisi ke energi terbarukan: Pemerintah dapat meningkatkan transisi ke energi terbarukan seperti energi angin, energi surya, dan bioenergi untuk mengurangi ketergantungan pada PLTA.
- Implementasi teknologi canggih: Implementasi teknologi canggih pada pembangkit listrik tenaga batu bara dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi dampak negatif bagi lingkungan.
Contoh dari transisi ke energi terbarukan adalah proyek pembangunan PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) di Kalimantan Barat, yang menggunakan energi surya sebagai sumber listrik. Proyek ini merupakan salah satu contoh transisi yang efektif.